ahlu sunah waljama,ah
Kamis, 23 Mei 2013
Senin, 04 Februari 2013
Sabtu, 19 Januari 2013
WALI ADALAH
Walī (Bahasa Arab:الولي, Wali Allah atau Walīyu 'llāh), dalam bahasa Arab
berarti adalah 'seseorang yang dipercaya' atau 'pelindung', makna
secara umum menjadi 'Teman Allah' dalam kalimat walīyu 'llāh. Al Qur'an
menjelaskan Waliallah memiliki arti orang yang beriman dan bertakwa.
“Ingatlah sesungguh wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran pada
mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Yaitu orang-orang yg beriman
dan mereka selalu bertakwa.” (Yunus 10:62 - Al-Furqan dalam kitab
Majmu’atut Tauhid hal. 339)
Dari Abu Hurairah ia berkata: telah bersabda Rasulullah shalalahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya Allah telah berfirman: Barangsiapa yang memusuhi Waliku maka sesungguhnya Aku telah menyatakan perang kepadanya, dan tidaklah seorang hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan sesuatu ibadah yang lebih Aku cintai dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya, dan senantiasa seorang hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya jadilah aku sebagai pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, dan sebagai penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, dan sebagai tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Dan jika ia meminta (sesuatu) kepadaKu pasti Aku akan memberinya, dan jika ia memohon perlindungan dariKu pasti Aku akan melindunginya”.
Sedangkan wali dalam kisah penyebaran Islam di nusantara, menurut konsensus para ulama dan raja waktu itu, terdapat 9 orang yang patut dianggap sebagai wali, karena mereka sangat mumpuni baik dari ilmu agama Islam maupun bobot segala jasa dan karomahnya terhadap kehidupan masyarakat dan kenegaraannya, yang dikenal dengan sebutan walisongo (sanga dalam Bahasa Jawa berarti sembilan).
Kedua golongan ini disebutkan Allah dalan firman-Nya: “Adapun jika ia termasuk golongan yang dekat (kepada Allah). Maka dia memperoleh ketentraman dan rezki serta surga kenikmatan. Dan adapun jika ia termasuk golongan kanan. Maka keselamatan bagimu dari golongan kanan”. (Al Waaqi’ah: 88-91). Kemudian para wali itu terbagi pula menurut amalan dan perbuatan mereka kepada dua bagian; wali Allah dan wali setan. Maka untuk membedakan di antara kedua jenis wali ini dapat dilihat dari amalan seorang wali tersebut, bila amalannya benar menurut Al Quran dan sunnah maka dia adalah wali Allah sebaliknya bila amalannya penuh dengan kesyirikan dan segala bentuk bid’ah maka dia adalah wali setan.
Dari Abu Hurairah ia berkata: telah bersabda Rasulullah shalalahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya Allah telah berfirman: Barangsiapa yang memusuhi Waliku maka sesungguhnya Aku telah menyatakan perang kepadanya, dan tidaklah seorang hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan sesuatu ibadah yang lebih Aku cintai dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya, dan senantiasa seorang hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya jadilah aku sebagai pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, dan sebagai penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, dan sebagai tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Dan jika ia meminta (sesuatu) kepadaKu pasti Aku akan memberinya, dan jika ia memohon perlindungan dariKu pasti Aku akan melindunginya”.
Sedangkan wali dalam kisah penyebaran Islam di nusantara, menurut konsensus para ulama dan raja waktu itu, terdapat 9 orang yang patut dianggap sebagai wali, karena mereka sangat mumpuni baik dari ilmu agama Islam maupun bobot segala jasa dan karomahnya terhadap kehidupan masyarakat dan kenegaraannya, yang dikenal dengan sebutan walisongo (sanga dalam Bahasa Jawa berarti sembilan).
Daftar isi |
Etimologi
Kata ‘wali’ bila ditinjau dari segi bahasa berasal dari kata ‘al-wilayah’ yg arti adl ‘kekuasaan’ dan ‘daerah’ sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Sikkit, atau terambil dari kata ‘al-walayah’ yg berarti pertolongan. Adapun secara terminologi menurut pengertian sebagian ulama ahlussunah, wali adalah orang yang beriman lagi bertakwa tetapi ia bukan seorang nabi. Sebagian ulama lain berpendapat bahwa seluruh orang yang beriman lagi bertaqwa adalah disebut wali Allah, dan wali Allah yang paling utama adalah para nabi, yang paling utama di antara para nabi adalah para rasul, yang paling utama di antara para rasul adalah Ulul ‘azmi, yang paling utama di antara Ulul ‘azmi adalah Muhammad. Maka para wali Allah tersebut memiliki perberbedaan dalam tingkat keimanan mereka, sebagaimana mereka memiliki tingkat yang berbeda pula dalam kedekatan Mereka dengan Allah.Dua golongan wali
Assaabiquun Almuqarrabuun (barisan terdepan dari orang-orang yang dekat dengan Allah)
Mereka yang melakukan hal-hal yang mandub (sunnah) serta menjauhi hal-hal yang makruh disamping melakukan hal-hal yang wajib. Sebagaimana lanjutan hadits: "Dan senantiasa seorang hambaku mendekatkan diri kepadaku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya."Ashaabulyamiin (golongan kanan)
Mereka hanya cukup dengan melaksanakan hal-hal yang wajib saja serta menjauhi hal-hal yang diharamkan, tanpa melakukan hal-hal yang mandub atau menjauhi hal-hal yang makruh. Sebagaimana yang disebutkan dalam potongan hadits di atas: “Dan tidaklah seorang hambaku mendekatkan diri kepadaKu dengan sesuatu ibadah yang lebih Aku cintai dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya”.Kedua golongan ini disebutkan Allah dalan firman-Nya: “Adapun jika ia termasuk golongan yang dekat (kepada Allah). Maka dia memperoleh ketentraman dan rezki serta surga kenikmatan. Dan adapun jika ia termasuk golongan kanan. Maka keselamatan bagimu dari golongan kanan”. (Al Waaqi’ah: 88-91). Kemudian para wali itu terbagi pula menurut amalan dan perbuatan mereka kepada dua bagian; wali Allah dan wali setan. Maka untuk membedakan di antara kedua jenis wali ini dapat dilihat dari amalan seorang wali tersebut, bila amalannya benar menurut Al Quran dan sunnah maka dia adalah wali Allah sebaliknya bila amalannya penuh dengan kesyirikan dan segala bentuk bid’ah maka dia adalah wali setan.
Ciri-Ciri Wali Allah
Allah telah menyebutkan ciri para wali-Nya dalam firmannya, “Ingatlah, sesungguhnya para wali-wali Allah Mereka tidak merasa takut dan tidak pula merasa sedih. Yaitu orang-orang yang beriman lagi bertaqwa”. (Yunus: 62-63). Berikut kita akan rinci ciri-ciri dari kedua jenis wali tersebut:Beriman
Keimanan yang yang dimilikinya tidak dicampuri oleh berbagai bentuk kesyirikan. Keimanan tersebut tidak hanya sekedar pengakuan tetapi keimanan yang mengantarkan kepada bertakwa. Landasan keimanan yang pertama adalah Dua kalimat syahadat. Maka orang yang tidak mengucapkan dua kalimat syahadat atau melakukan hal-hal yang membatalkan kalimat tauhid tersebut adalah bukan wali Allah. Seperti menjadikan wali sebagai perantara dalam beribadah kepada Allah, atau menganggap bahwa hukum selain Islam adalah sama atau lebih baik dari hukum Islam. Atau berpendapat semua agama adalah benar. Atau berkeyakinan bahwa kenabian dan kerasulan tetap ada sampai hari kiamat bahwa Muhammad bukan penutup segala rasul dan nabi.Bertaqwa
Ia melakukan apa yang diperintah Allah dan menjauhi apa yang dilarang Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits ini yaitu melakukan hal-hal yang diwajibkan agama, ditambah lagi dengan amalan-amalan sunnah. Maka oleh sebab itu kalau ada orang yang mengaku sebagai wali, tapi ia meninggalkan beramal kepada Allah maka ia termasuk pada jenis wali yang kedua yaitu wali setan. Atau melakukan ibadah-ibadah yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Baik dalam bentuk salat maupun zikir, dll.Lihat pula
tingkatan para wali
Syaikh Abu Hasan Ali hujwiri dlm kitabnya tersebut, mengatakan bahwa wali Ahyar sebanyak 300 orang, wali Abdal sebanyak 40 orang, wali Abror sbnyk 7, wali autad sbnyk 4, dan wali Qutub/Gaust 1 orang.
Sedang menurut syaikhul Akbar muhyidin ibnu arobi dalam kitab Alfutuhat Al makiyyah membut pembagian tingkat wali&kedudukanjumlah mereka sangt bnyk, ada yg terbatas dn ada yg tdk terbatas sedikitnya trdpt 9 tingkatan :
1. Wali Quthub Al aktob atau wali qutub Al Gaust wali yg sngt paripurna, memimpin&menguasai wali seluruh Alam semesta jumlahnya hnya seorang pada masanya maka apabila meninggal ada penggantinya
2. Wali Aimah : pembantu wali Qutub posisi mereka menggantikan wali qutub jika wafat.
3. Wali Autad jumlhnya 4, berada d empat wilayah penjuru mata angin yg masing" mengusai pusat wilayahnya brada d Ka'bah.Kadang wali Autad trdpt juga wanita
4. Wali Abdal, abdal berarti pengganti dinamakan demikian jika meninggal d suatu tempat mereka menunjukan penggantinya, jumlah wali Abdal ada 7 orang, yg mengusai ke tujuh iklim.
5. Wali Nukoba jumlahnya 12 orang, dlm setiap masa Alloh memahamkan mereka dgn Huku syari'at demikian mreka akan segera menyadari terhadap tipuan nafsu, jika wali nukoba melihat bekas telapak kaki seseorang d atas tanah, mereka mengetahui apakan orang alim atau bodoh, yg soleh atau tdk soleh
6. Wali nujaba jumlah mereka 8 orang tiap masanya
7. Wali hawari yg berarti pembela, pembela Agama Alloh baik dngn Argumen maupun kekuatan pisikjaman Nabi sebagai hawari adalah zubair ibnu awam..
8. Wali rajabiyyun, dnamakan rajabiyyun karena slalu muncul selalu d bulan rajab, jmlhnya 40 orangtrdapat d berbagai negara dan mereka saling mengenal.Wali mengetahui hati seseorang, wali ini setiap awal rajab badanya terasa berat bagaikan terhimpit langit mereka berbaring kaku tdk bergerak bahkan akan terlihat ke dua matanya tdk berkedip hingga sore hari.Ke esokan harinya perasaan itu baru berkurang, pada hari ke 3 mereka menyaksikan Peristiwa gaib dari berbagai rahasia Alloh. Setelah 3 hari baru bisa bicara, apabila ahir rajab bagaikan terlepas dri ikatan, lalu bangun ia akan kembali pada posisi semula berdagang,bertani apabila pedagang dn bertani.9. Wali khotam jumlahnya hanya seorang setiap masanya, khotam bertugas mengusai dan mengurus wilayah kekuasaat ummat Nabi..
Read more: http://www.dokumenpemudatqn.com/2012/05/tingkatan-walimenurut-kitab-kasyf-al.html#ixzz2IPIrzeKw
Jumat, 18 Januari 2013
pengertian habib
Habib di kalangan Arab-Indonesia adalah gelar yang dinisbatkan secara khusus terhadap keturunan Nabi Muhammad melalui Fatimah az-Zahra (berputra Husain dan Hasan) dan Ali bin Abi Thalib
atau keturunan dari orang yang bertalian keluarga dengan Nabi Muhammad
(sepupu Nabi Muhammad). Habib yang datang ke Indonesia mayoritas adalah
keturunan Husain bin Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib dan Fatimah
bin Nabi Muhammad. Di lain ada pendapat bahwa pihak Ali bin Abi Thalib
juga memiliki keturunan dari isteri-isteri lainnya, tetapi mereka bukan
termasuk dzurriyyah atau keturunan Nabi Muhammad, karena bukan
dilahirkan dari Rahim Fatima, yang mana anak kandung Nabi Muhammad.
Gelar Habib tersebut terutama ditujukan kepada mereka yang memiliki pengetahuan agama Islam yang mumpuni dari golongan keluarga tersebut. Gelar Habib juga berarti panggilan kesayangan dari cucu kepada kakeknya dari golongan keluarga tersebut. Diperkirakan di Indonesia terdapat sebanyak 1,2 juta orang yang masih hidup yang berhak menyandang sebutan ini.[rujukan?] Di Indonesia, habib semuanya memiliki moyang yang berasal dari Yaman, khususnya Hadramaut. Berdasarkan catatan organisasi yang melakukan pencatatan silsilah para habib ini, Ar-Rabithah,[1] ada sekitar 20 juta orang di seluruh dunia yang dapat menyandang gelar ini (disebut Sayyid) dari 114 marga. Hanya keturunan laki-laki saja yang berhak menyandang gelar habib.
Dalam perkembangannya, khususnya di kalangan masyarakat muslim Indonesia, gelar ini tidak hanya disandang oleh para da'i dari Yaman saja, karena warga telah memuliakan mereka sebagai pemimpin mereka tanpa melihat asal-usul keturunan dengan alasan seorang menjadi alim tidak diakibatkan oleh asal keturunannya. Selain itu terjadi pula pelanggaran terhadap aturan, dengan menarik garis keturunan secara matrilineal (keturunan dari perempuan juga diberi hak menyandang "habib") walaupun akhirnya pernyataan ini hanyalah sebuah fitnah dari kaum orientalis untuk menghilangkan rasa hormat masyarakat ndonesia terhadap kaum kerabat Nabi Muhammad.
Gelar lain untuk habib adalah Sayyid, Syed, Sidi (Sayyidi), Wan (Ahlul Bait) dan bagi golongan ningrat (kerajaan) disebut Syarif/Syarifah. Semenetara itu di Indonesia khususnya Jawa Barat dari keturunan Syarif Hidayatullah, Sunan Gunung Jati, sebagai kerurunan Syarif Hidayatulah keturunan merekapun berhak menyandang gelar Syarif/Syarifah, namun dari keturunan [Syarif Hidayatullah] gelar tersebut akhirnya dilokalisasi menjadi Pangeran,[Tubagus]]/Ratu (Banten),Raden (Sukabumi, Bogor),Ateng (Cianjur), Aceng (Garut). Kelak di akhir zaman, Imam Mahdi akan muncul dari keturunan Nabi Muhammad sendiri (habib).
Gelar Habib tersebut terutama ditujukan kepada mereka yang memiliki pengetahuan agama Islam yang mumpuni dari golongan keluarga tersebut. Gelar Habib juga berarti panggilan kesayangan dari cucu kepada kakeknya dari golongan keluarga tersebut. Diperkirakan di Indonesia terdapat sebanyak 1,2 juta orang yang masih hidup yang berhak menyandang sebutan ini.[rujukan?] Di Indonesia, habib semuanya memiliki moyang yang berasal dari Yaman, khususnya Hadramaut. Berdasarkan catatan organisasi yang melakukan pencatatan silsilah para habib ini, Ar-Rabithah,[1] ada sekitar 20 juta orang di seluruh dunia yang dapat menyandang gelar ini (disebut Sayyid) dari 114 marga. Hanya keturunan laki-laki saja yang berhak menyandang gelar habib.
Dalam perkembangannya, khususnya di kalangan masyarakat muslim Indonesia, gelar ini tidak hanya disandang oleh para da'i dari Yaman saja, karena warga telah memuliakan mereka sebagai pemimpin mereka tanpa melihat asal-usul keturunan dengan alasan seorang menjadi alim tidak diakibatkan oleh asal keturunannya. Selain itu terjadi pula pelanggaran terhadap aturan, dengan menarik garis keturunan secara matrilineal (keturunan dari perempuan juga diberi hak menyandang "habib") walaupun akhirnya pernyataan ini hanyalah sebuah fitnah dari kaum orientalis untuk menghilangkan rasa hormat masyarakat ndonesia terhadap kaum kerabat Nabi Muhammad.
Gelar lain untuk habib adalah Sayyid, Syed, Sidi (Sayyidi), Wan (Ahlul Bait) dan bagi golongan ningrat (kerajaan) disebut Syarif/Syarifah. Semenetara itu di Indonesia khususnya Jawa Barat dari keturunan Syarif Hidayatullah, Sunan Gunung Jati, sebagai kerurunan Syarif Hidayatulah keturunan merekapun berhak menyandang gelar Syarif/Syarifah, namun dari keturunan [Syarif Hidayatullah] gelar tersebut akhirnya dilokalisasi menjadi Pangeran,[Tubagus]]/Ratu (Banten),Raden (Sukabumi, Bogor),Ateng (Cianjur), Aceng (Garut). Kelak di akhir zaman, Imam Mahdi akan muncul dari keturunan Nabi Muhammad sendiri (habib).
Langganan:
Postingan (Atom)